Hak Asasi Jika Prabowo Ngomelin Jurnalis

Foto : Merdeka dotcom


Sangkawi.com –Anggap saja Istikharah dalam Ikhtiar untuk meyakinkan diri untuk mencari pemimpin bangsa yang cocok bagi hatinurani, bagi bangsa yang tercinta ini.

Ah, bukankah terlalu ketinggian dalam berpemikiran sebagai wong cilik? Sampai-sampai sebegitunya.

Tidak, disamping adalah hak, biarpun satu suara masihlah cukup alasan jadi penentu bagi perubahan negeri yang elok ini. Yang sekarang lagi semampai-semampaianya jadi rebutan penguasaan dan begitu lugunya menyikapi caper - caper mereka yang berkeinginan memilikinya.

Mungkin begitulah pendapat ini. Sehingga memupuk rasa ingin untuk mendapatkan petunjuk yang benar dan sesuai Kehendak Yang Maha Kuasa, agar tidak terjadi salah pilih. Andaipun kelak yang dipilihpun belum saatnya menjadi pemimpin di negeri ini.

Nikmati saja bukan sebagai karya tulis, namun sebagai lantunan nyinyir benak penyair yang lagi ngelamun dipinggir sungai. Sebab, untuk menerima sebutan penulis kayaknya masih perlu perlu ribuan tahun pembelajaran agar, tidak kesandung dan katut dalam bahasa jawanya. Yaitu katut atau ikut-ikut ke cap, penyebar berita bohong.

Seiring perjalan ritual dalam mencari jawaban, ibarat air, kekeruhan menyeruak dan perlu estra sabar untuk mendapati kejernihan yang menyejukkan menjadikan jawaban. Ya, bohong dan tidak sudah bukan lagi hal yang mudah disimpulkan serta merta.

Pertanyaan-pertanyaan pamungkas yang tidak habis pikir salah satunya adalah pernyataan dari Prabowo Subianto Calon Presiden RI, yang menjadi idaman.

Yang seperti dimuat oleh beberapa Media dan lagi viral , yang mana Pak Prabowo menyatakan bahwa Jurnalis antek pemecah Republik Indonesia, berkaitan minimnya pemberitaan Reuni 212 yang disiarkan media.

Hlo..!? Terlepas dari banyaknya yang sangat menyayangkan pernyataan tersebut, entah itu karena dianggap bisa saja membuat sebagian warga Indonesia tidak simpati cuwek sajalah, itu hak mereka menilai dan berpendapat. Kalau menurut unek-unek hati yang lagi mencari jawaban ini " Kok ya cik gampang nyeplosnya gitu, padahal yang kemarin baru saja reda anggapan  grusa grusunya dalam menyiarkan berita yang belakangan diketahui berita bohong".

Boleh saja jika memang kesal, dan tidak percaya lagi dengan jurnalis, itu haknya. Tapi kan beliau sebagai calon orang nomor satu di Negara Republik ini, bukankah menahan diri untuk tidak memandang rendah profesi Jurnalis,itu lebih elok dan bijak sebagai teladan sosok sorang bapak yang biso ngemong roso ( Memaklumi sekalipun iya ).

Kan tidak ada untungnya menyepelekan Profesi Jurnalis, apalagi dengan mengatakan berita dari Jurnalis banyak bohongnya. Kalau ada yang nyletuk yang nyebarin berita bohong kemarin juga siapa? Gak salah juga tho...

Padahal menurut hasil istikharah dari mbah gogle, bahwa yang namanya Jurnalis itu berpihak pada fakta dan kebenaran, dimana fakta terbagi tiga yaitu fakta original seperti kejadian, fakta terjadwal yaitu kegiatan yang antara lain diagendakan, serta fakta intelektual yaitu statement, serta kebenaran yang hakiki.

Adalah hak prerogative media, apakah dia meliput atau tidak. Ditayangkan, disiarkan secara langsung atau tunda ataupun ditempatkan di halaman berapa, itu hak prerogative dari Jurnalis dan Media tersebut.

Hla, kegiatan seperti 212 kemaren kan sepertinya kegiatan terjadwal, dan maklum dipertanyakan apakah Jurnalis dan Medianya diundang oleh Panitia atau tidak?. Karena kalau diundangpun juga adalah hak dan sikap Media, mau datang meliput atau tidak datang itu adalah kebijakan Media.

Mbok ya dari pada kita saling menghujat, mending  introspeksi diri, bagaimanapun Jurnalis adalah manusia Merdeka yang bekerja dengan hati nurani, yang dalam profesinya tidak bisa dipaksa sesuai dengan adanya kebebasan Pers yang diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Bukan semacam kayak baru nulis kalau ada angpownya terus tidak jika tidak ada, kira-kira begitu.

Jangankan Media atau Jurnalis, lawong corat coret di blog saja mempunyai pertimbangan sendiri, terhadap penulisan apalagi pemberitaan.

Berpihak pada fakta dan kebenaran serta patuh terhadap kebijaksanaan redaksional yang disepakati serta tidak berpihak kepada pihak tertentu atapun pihak manapun juga, adalah hak asasi. Tapi ngomel juga hak asasi juga kali ya... hehehe.

Mungkin bisa bagi siapapun jika mau proaktif dalam berinteraksi dengan wartawan jika memang ada informasi yang jelas untuk diliput secara luas, dan itu pasti lebih baik. Jadi tidak terkesan terlalu percaya diri yang cenderung memastikan bahwa tanpa diinformasikan kepada Jurnalis dan Media, pasti kegiatannya diliput dan harus diberitakan.

Pikir punya pikir, apakah ini merupakan jawaban yang cukup bagi istikharah untuk menentukan pilihan dalam mencari pemimpin?! Terutama yang sabar dan bisa menahan diri akan bangsa ini, karena pemimpin yang sabar tentu akan selalu diridho Yang Maha Kuasa  dan amanah,  berprinsip kuat untuk nggulowentah negeri ini, tentu dengan kesabaran  kearah yang lebih baik sesuai yang di cita-citakan Rakyatnya.

Dari berbagai jawaban istikharah ini, semoga saya juga bisa belajar sabar. Sabar dalam berharap Presiden yang sabar akan memimpin bangsa tercinta Indonesia. Dan Pak Prabowo sebagai idaman akan terus juga diberikan kemantaban, semangat serta keistimewahan " SABAR ". Aja suka lagi dikatain ngomel kayak saya yang kadang suka tanpa pikir panjang nyeplos nrocos saking yakinnya bahwa semua yang sudah benar dan kadang merasa sudah susuai dengan Semua serta kehendak Sing Gawe Urip.


Hak Asasi Jika Prabowo Ngomelin Jurnalis Hak Asasi Jika Prabowo Ngomelin Jurnalis Reviewed by Timexpose on Desember 06, 2018 Rating: 5