SEJARAH GRESIK I : Jejak Pra-Islam Pada Situs Makam Maulana Malik Ibrahim
Sangkawi.com - Ajar Kenal Kesejarahan Gresik I
JEJAK PRA-ISLAM PADA SITUS MAKAM ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM DAN KYAI TUMENGGUNG PUSPONEGORO DI GAPURA WETAN – GRESIK
Oleh: M. Dwi Cahyono
Dikatakan demikian, sebab menilik isi ephitaf (inskripsi) beraksara Kufi tiur yang dipahatkan di salah sebuah dari sepasang batu nisan Maulana Malik Ibrahim yang berbahan marmer asal Cambay (suatu tempat di Teluk Gujarat, pantai Barat India) diketahui bahwa Wali senior ini meninggal dan dimakamkan di Gapura Wetan pada hari Seni tanggal 12 Rabiul’awwal tahun 822 Hijriah (10 April 1419). Yang kala itu, masih merupakan episode terakhir Masa Hindu-Buddha. Oleh karena, lazimnya batas akhir dari Masa Hindu-Buddha di Pulau Jawa ditandai dengan runtuhnya Dinasti Girindrawarddhana di Kerajaan Mapahit, yaitu pada sekitar tahun 1527 Masehi.
Adapun kompleks makam Islam yang bersebelahan dengannya, tepatnya di sebelah selatan-baratnya, berasal dari masa yang lebih muda. Kyai Puspodiwasa yang bergelar menyandang gelar ‘Kyai Tumenggung Pusponegoro I’ meninggal dan disemayamkan di tempat ini pada tahun 1732 Masehi.
BACA JUGA : SEJARAH GRESIK II : Sidayu, Dari Kadipaten Menjadi Kawedanan Lalu Kecamatan
Beliau adalah seorang ‘bupati’ Gresik (1688-1732), sebagai pengganti Raden Harya Naladika, namun acapkali dikatakan sebagai ‘Bupati Gresik I’. Yang berarti semasa dengan Kasultanan Mataram Islam. Areal makam Islam yang disertai dengan gapura-gapura bersayap tingg-besar dengan bentuk padhuraksa dan cukup-cungkup makam bergaya arsitetural Jawa- Indis-Tiong Hoa-Islam. Corak arsitektural Indis tergambarkan pada sebagian besar komponen cungkup makam, Corak Tiong Hoa tertampakkan pada bentuk bubungan dari cungkup makam, yang melengkung, Corak Jawa terlihat pada penggunaan sirap di atap cungkup, ragam hias maupun inskripsi beraksara Jawa Baru. Adapun corak budaya Islam terlihatkan baik pada penggunaan inskripsi berhuruf Arab maupun cara pemakaman secara Islami yang disertai jirat-nisan serta ragam hias dan arah orientasinya yakni utara-selatan.
Gambaran bahwa era Maulana Malik Ibrahim lebih tua dari era Pusponegoro I tercermin pada keberadaan kedua kompleks makam ini di permukaan tanah. Letak makam Maulana Malik Ibrahim dan dua makam di sebelahnya yang berasal dari masa lebih tua berada lebih rendah posisinya di lapisan tanah dari kompleks makam Pusponegoro yang berasal dari masa lebih muda. Ada fenomena bahwa makam para penguasa, seperti Tumenggung dan Bupati di Jawa dilokasikan berdekatan dengan makam pesyiar Islam. Dalam hal ini, tergambar pula adanya penyinambungan pensucian (sakralisasi) antara Masa Pertumbuhan dan Masa Perkembangan Islam. Demikian pula, tergambar adanya kontinyuitas pensucian antara Masa Hindu-Buddha dan Masa Pertumbuhan-Perkembangan Islam di Jawa. Hal hal yang terakhir dibuktikan oleh adanya jejak pra-Islam pada kedua kompleks makam Islam yang akan dipaparkan berikut.
Bukan hanya di daerah Gresik, melainkan juga di daerah-daerah lainnya, terdapat fenomena bahwa situs dari Masa Pertumbuhan-Perkembangan Islam berada di tempat yang sama atau berdampingan dengan situs yang bersal dari masa Hindu-Buddha. Fenomen serupa acapkali pula dijumpai pada keberdampingan atau bahkan lokasi yang sama antara situs Masa Hindu-Buddha dan sistus Masa Prasejarah. Hal ini tergambar cukup jelas di situs Gapura Wetan di Gresik, terbukti dengan didadapatinya artefak dan inskripsi -- sebagai petanda/jejak adanya bangunan, perangkat dan kegiatan keagamaan dari Masa Hindu-Buddha di situs ini.
Jejak artefaktual yang masih berhasil didapatkan antara lain berupa: (a) sebuah artefak serupa ‘Yoni’, dengan penyangga cerat berbentuk naga di samping pusara yang amat besar sekaligus di dalam cungkup makam Pusponegoro I, (2) sebuah bak (tempat air atau jarstone) dari batu andesit berkrogram Saka serta dua buah genthong dari batu bahan andesit berinskripsi aksara Jawa Tengahan di depan cungkup makam Pusponegoro I, (3) beberapa ambang pintu (dorpel) bagian atas dari batu andesit dan batu gamping (limestone) keras di dalam kompleks makam Pusponegoro, (4) ambang pintu berkrogram Saka di gapura padhuraksa menuju ke kompleks makam Maulana Malik Ibrahim, serta balok-balok batu – yang diantaranya telah dijadikan komponen jirat.
Selain jejak-jejak artefaktual tersebut terdapat pula jejak tekstual yang berupa: (a) kronogram bertarikh Saka 1286 (1364 Masehi) pada bak batu, dan (b) kronogram bertarikh Saka 1340 (1418/1419 Masehi) di ambang pintu bagian atas gapura kompleks makam Maulana Malik Ibrahim. Keduanya berjeda waktu sekitar setengah abad, tepatnya hanya 55 tahun. Tarikh tahun 1364 Masehi semasa dengan pemerintahan Raja Hayam Wuruk pada Masa Keemasan Majapahit. Adapun angka tahun 1419 Masehi bersamaan waktu dengan tahun meninggalnya Maulana Malik Ibrahim, yaitu tanggal 10 April 1419, sehingga sangat boleh jadi sengaja dipahatkan di ambang pintu menuju bagian atas menju ke tempat pemakaman Beliau. Ada pula inskripsi yang sama, yang dipahatkan pada sisi luar atas dari dua buah genthong batu andesit di depan cungkup makam Pusnonegoro I.
BACA JUGA : Seputar Khasanh Sejarah Nusantara dan Peninggalanya
Menilik angka tahun dari dua kronogram tersebut, yaitu bertarikh medio abad ke-14 Masehi, berarti semasa dengan Keemasan Majapahit. Adapun mencermati keberadaan artefaf menyerupai Yoni, jelaslah bahwa di lokasi ini pernah terdapat bangunan suci yang berlatar agama Hindu sekte Saiwa. Adanya sejumlah ambang-ambang pintu berukuran besar menguatkan bukti tentang pernah terdapatnya bangunan candi, yang konon di dalam bilik utama (garbhagrha)-nya ditempatkan arca dewa. Artefak yang bentuknya menyerupai Yoni, namun tanpa lobang bersegi berukuran cukup besar sebagai tempat tancap bagi Lingga, yang ada hanya berupa sebuah lobang persegi yang cukup kecil di permukaan atasnya, boleh jadi benda ini semula difungsikan sebagai pedestal arca dewata. Sayang sekali arca dewata siapa yang dimaksud belum berhasil didapat. Meski demikian, amat boleh jadi dewata dari agama Hindu. Selain candi, ada kemungkinan konon juga terdapat bangunan yang berupa gapura menuju areal candi dimaksud diatas.
Jika benar gambaran pada alinea diatas, pada masa keemasa Majapahit di situs Gapura Wetan pernah terdapat bangunan suci yang berlatar Hindu-Saiwa. Dengan demikian dapatlah diduga bahwa di sekitarnya terdapat pemukim masyarakat bahari yang setidaknya pernah hidup pada Masa Majapahit. Mereka itulah yang merupakan para pemangku bagi bangunan suci Hindu tersebut. Sekitar satu abad kemudian, yakni pada medio abad ke-15 Masehi, Maulana Malik Ibrahim berangsur-angsur dapat meng-Islam-kan mereka, sehingga semenjak itu agama dan budaya Islam menapak awal di sub-area tengah Gresik.
Sementara di sub-area pesisiran yang lain, utamanya di Leran pada daerah Manyar, embrio pengaruh Islam telah didapati jejaknuya pada abad ke-... Masehi, sebagaimana terbukti oleh adanya situs makam Islam bagi Fatimah binti Maimun yang menurut isi epithaf berhuruf Kufi timur yang dipahatkan di lempeng batu marmer asal Cambay meninggal pada tanggal 7 Rajab tahun 475 Hijriah (2 Desember 1082 Masehi). Yang berarti semasa dengan pemerintahan raja Dharmmawangsa Tguh pada era Kerajaan Mataram. Disamping itu, pada situs ini ditemukan kronogram bertarikh Saka 1308 (1386/1387 Masehi) dan kalimat candrasangkala lombho yang berbumyi ‘kaya wulan putri iku (1313 Saka = 1391 Masehi)’. Cukup alasan untuk menyatakan bahwa Gresik adalah salah sebuah daerah di Jawa yang sejauh ini memiliki bukti sejarah mengenai Priode Awal Pertumbuhan Islam di Tanah Jawa.
Keberdamping Jejak Hindu dan Islam di
Gresik adalah salah satu daerah yang telah meniti perjalanan panjang sejarahnya. Sejak Masa Hindu-Buddha daerah yang memiliki beberapa pelabuhan penting, yang beberapa kali disebut dalam berita Cina maupun Portugis, dipilih permukiman dan sekaligus ajang kegiatan sosial-budaya. Oleh karena itu, dapat dihafami bila daerah ini kembali diperhitungkan sebagai titik pangkal bagi penyebaran agama dan budaya Islam, baik oleh para pedagang yang berasal dari Persia-India maupun pesyiar Muslim dari Negari Cina dan Champa.
Warga masyarakat yang pada awalnya menganut agama Hindu, beranngsur angsur dapat di-Islam-kan. Dalam hal ini, Maulana Malik Ibrahim mengkontribusikan jasa besarnya, utamanya terhadap warga daerah Gapura Wetan dan sekitarnya. Apa yang dirintis oleh Fatimah binti Maimun dan keluarganya diteruskan dan dikuatkan oleh Maulana Malik Ibrahim dan kemudian oleh Sunan Giri beserta para keturnannnya. Islamisasi di Gresik semakin menguat di Masa Mataram Islam, padamana para penguasa daerah di Gresik, semisal Kyai Tumenggung Pusponegoro I dan keruranannya, menjadi kontributor penting untuk itu pada abad ke-17 dan sesudahnya hingga sekarang.
Transformasi sosio-kultural dari Hindu ke Islam di Gapura Wetan dan sekiytarnya tergambar dengan diketemukannya jejak artefaktual maupun tekstual dari Masa Hindu-Budda dan Masa Pertumbuhan-Perkembangan Islam, yang lokasinya berdampingan bahkan pada tempat yang sama. Hal serupa juga terjadi di situs Giri, sebagaimana antara lain ditunjukkan oleh adanya sebuah arca yang kini posisinya ditelungkupkan dan dipelester menyatu pada anak tangga pertama di situs makam Sunan Prapen dan Kawis Guwo. Boleh jadi, fomenema serupa juga terjadi pada situs-situs Islam lain di daerah Gresik, yang untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjut. Tempat yang disucikan pada suatu masa boleh jadi berlanjut disucikan untuk masa-masa sesudahnya.
Demikianlah tulisan rinkas ini, sebagai wahana ‘ajar kenal’ terhadap kesejarahan Gresik.
Semoga membuahkan makna.
Salam budaya anak negeri ‘Gresikjayati’.
Nuwun.
BACA JUGA : Ragam Warisan Budaya Leluhur Yang Semakin Punah
JEJAK PRA-ISLAM PADA SITUS MAKAM ISLAM MAULANA MALIK IBRAHIM DAN KYAI TUMENGGUNG PUSPONEGORO DI GAPURA WETAN – GRESIK
Oleh: M. Dwi Cahyono
Dua Situs Makam Islam Berdampingan Letak
Hanya beberapa ratus meter dari Pusat Kota Gresik, tepatnya di sebelah selatan Alon-alon Kabupaten Gresik, terdapat adanya dua kompleks makam Islam kuno, yaitu: (1) kompleks makam Islam dari Wali tertua di Pulau Jawa, yakni makam Maulana Malik Ibrahim; dan (2) kompleks makam Islam ‘bupati’ Gresik, yaitu Kyai Toemenggoeng Poespo Negoro I. Kedua situs makam Islam arkhais yang letaknya berdampingan, bahkan terasa berada di dalam satu area luas, memberi kita petunjuk bahwa pengaruh agama dan budaya Islam hadir di Gresik pada Masa Awal Pertumbuhan Islam di Jawa, yang bersamaan waktu dengan permulaan Masa Akhir Hindu-Buddha, yaitu awal abad ke-15 Masehi dan sesudahnya.Dikatakan demikian, sebab menilik isi ephitaf (inskripsi) beraksara Kufi tiur yang dipahatkan di salah sebuah dari sepasang batu nisan Maulana Malik Ibrahim yang berbahan marmer asal Cambay (suatu tempat di Teluk Gujarat, pantai Barat India) diketahui bahwa Wali senior ini meninggal dan dimakamkan di Gapura Wetan pada hari Seni tanggal 12 Rabiul’awwal tahun 822 Hijriah (10 April 1419). Yang kala itu, masih merupakan episode terakhir Masa Hindu-Buddha. Oleh karena, lazimnya batas akhir dari Masa Hindu-Buddha di Pulau Jawa ditandai dengan runtuhnya Dinasti Girindrawarddhana di Kerajaan Mapahit, yaitu pada sekitar tahun 1527 Masehi.
Adapun kompleks makam Islam yang bersebelahan dengannya, tepatnya di sebelah selatan-baratnya, berasal dari masa yang lebih muda. Kyai Puspodiwasa yang bergelar menyandang gelar ‘Kyai Tumenggung Pusponegoro I’ meninggal dan disemayamkan di tempat ini pada tahun 1732 Masehi.
BACA JUGA : SEJARAH GRESIK II : Sidayu, Dari Kadipaten Menjadi Kawedanan Lalu Kecamatan
Beliau adalah seorang ‘bupati’ Gresik (1688-1732), sebagai pengganti Raden Harya Naladika, namun acapkali dikatakan sebagai ‘Bupati Gresik I’. Yang berarti semasa dengan Kasultanan Mataram Islam. Areal makam Islam yang disertai dengan gapura-gapura bersayap tingg-besar dengan bentuk padhuraksa dan cukup-cungkup makam bergaya arsitetural Jawa- Indis-Tiong Hoa-Islam. Corak arsitektural Indis tergambarkan pada sebagian besar komponen cungkup makam, Corak Tiong Hoa tertampakkan pada bentuk bubungan dari cungkup makam, yang melengkung, Corak Jawa terlihat pada penggunaan sirap di atap cungkup, ragam hias maupun inskripsi beraksara Jawa Baru. Adapun corak budaya Islam terlihatkan baik pada penggunaan inskripsi berhuruf Arab maupun cara pemakaman secara Islami yang disertai jirat-nisan serta ragam hias dan arah orientasinya yakni utara-selatan.
Gambaran bahwa era Maulana Malik Ibrahim lebih tua dari era Pusponegoro I tercermin pada keberadaan kedua kompleks makam ini di permukaan tanah. Letak makam Maulana Malik Ibrahim dan dua makam di sebelahnya yang berasal dari masa lebih tua berada lebih rendah posisinya di lapisan tanah dari kompleks makam Pusponegoro yang berasal dari masa lebih muda. Ada fenomena bahwa makam para penguasa, seperti Tumenggung dan Bupati di Jawa dilokasikan berdekatan dengan makam pesyiar Islam. Dalam hal ini, tergambar pula adanya penyinambungan pensucian (sakralisasi) antara Masa Pertumbuhan dan Masa Perkembangan Islam. Demikian pula, tergambar adanya kontinyuitas pensucian antara Masa Hindu-Buddha dan Masa Pertumbuhan-Perkembangan Islam di Jawa. Hal hal yang terakhir dibuktikan oleh adanya jejak pra-Islam pada kedua kompleks makam Islam yang akan dipaparkan berikut.
Jejak Pra-Islam pada Kompleks Makam
Islam di Gapura WetanBukan hanya di daerah Gresik, melainkan juga di daerah-daerah lainnya, terdapat fenomena bahwa situs dari Masa Pertumbuhan-Perkembangan Islam berada di tempat yang sama atau berdampingan dengan situs yang bersal dari masa Hindu-Buddha. Fenomen serupa acapkali pula dijumpai pada keberdampingan atau bahkan lokasi yang sama antara situs Masa Hindu-Buddha dan sistus Masa Prasejarah. Hal ini tergambar cukup jelas di situs Gapura Wetan di Gresik, terbukti dengan didadapatinya artefak dan inskripsi -- sebagai petanda/jejak adanya bangunan, perangkat dan kegiatan keagamaan dari Masa Hindu-Buddha di situs ini.
Jejak artefaktual yang masih berhasil didapatkan antara lain berupa: (a) sebuah artefak serupa ‘Yoni’, dengan penyangga cerat berbentuk naga di samping pusara yang amat besar sekaligus di dalam cungkup makam Pusponegoro I, (2) sebuah bak (tempat air atau jarstone) dari batu andesit berkrogram Saka serta dua buah genthong dari batu bahan andesit berinskripsi aksara Jawa Tengahan di depan cungkup makam Pusponegoro I, (3) beberapa ambang pintu (dorpel) bagian atas dari batu andesit dan batu gamping (limestone) keras di dalam kompleks makam Pusponegoro, (4) ambang pintu berkrogram Saka di gapura padhuraksa menuju ke kompleks makam Maulana Malik Ibrahim, serta balok-balok batu – yang diantaranya telah dijadikan komponen jirat.
Selain jejak-jejak artefaktual tersebut terdapat pula jejak tekstual yang berupa: (a) kronogram bertarikh Saka 1286 (1364 Masehi) pada bak batu, dan (b) kronogram bertarikh Saka 1340 (1418/1419 Masehi) di ambang pintu bagian atas gapura kompleks makam Maulana Malik Ibrahim. Keduanya berjeda waktu sekitar setengah abad, tepatnya hanya 55 tahun. Tarikh tahun 1364 Masehi semasa dengan pemerintahan Raja Hayam Wuruk pada Masa Keemasan Majapahit. Adapun angka tahun 1419 Masehi bersamaan waktu dengan tahun meninggalnya Maulana Malik Ibrahim, yaitu tanggal 10 April 1419, sehingga sangat boleh jadi sengaja dipahatkan di ambang pintu menuju bagian atas menju ke tempat pemakaman Beliau. Ada pula inskripsi yang sama, yang dipahatkan pada sisi luar atas dari dua buah genthong batu andesit di depan cungkup makam Pusnonegoro I.
BACA JUGA : Seputar Khasanh Sejarah Nusantara dan Peninggalanya
Menilik angka tahun dari dua kronogram tersebut, yaitu bertarikh medio abad ke-14 Masehi, berarti semasa dengan Keemasan Majapahit. Adapun mencermati keberadaan artefaf menyerupai Yoni, jelaslah bahwa di lokasi ini pernah terdapat bangunan suci yang berlatar agama Hindu sekte Saiwa. Adanya sejumlah ambang-ambang pintu berukuran besar menguatkan bukti tentang pernah terdapatnya bangunan candi, yang konon di dalam bilik utama (garbhagrha)-nya ditempatkan arca dewa. Artefak yang bentuknya menyerupai Yoni, namun tanpa lobang bersegi berukuran cukup besar sebagai tempat tancap bagi Lingga, yang ada hanya berupa sebuah lobang persegi yang cukup kecil di permukaan atasnya, boleh jadi benda ini semula difungsikan sebagai pedestal arca dewata. Sayang sekali arca dewata siapa yang dimaksud belum berhasil didapat. Meski demikian, amat boleh jadi dewata dari agama Hindu. Selain candi, ada kemungkinan konon juga terdapat bangunan yang berupa gapura menuju areal candi dimaksud diatas.
Jika benar gambaran pada alinea diatas, pada masa keemasa Majapahit di situs Gapura Wetan pernah terdapat bangunan suci yang berlatar Hindu-Saiwa. Dengan demikian dapatlah diduga bahwa di sekitarnya terdapat pemukim masyarakat bahari yang setidaknya pernah hidup pada Masa Majapahit. Mereka itulah yang merupakan para pemangku bagi bangunan suci Hindu tersebut. Sekitar satu abad kemudian, yakni pada medio abad ke-15 Masehi, Maulana Malik Ibrahim berangsur-angsur dapat meng-Islam-kan mereka, sehingga semenjak itu agama dan budaya Islam menapak awal di sub-area tengah Gresik.
Sementara di sub-area pesisiran yang lain, utamanya di Leran pada daerah Manyar, embrio pengaruh Islam telah didapati jejaknuya pada abad ke-... Masehi, sebagaimana terbukti oleh adanya situs makam Islam bagi Fatimah binti Maimun yang menurut isi epithaf berhuruf Kufi timur yang dipahatkan di lempeng batu marmer asal Cambay meninggal pada tanggal 7 Rajab tahun 475 Hijriah (2 Desember 1082 Masehi). Yang berarti semasa dengan pemerintahan raja Dharmmawangsa Tguh pada era Kerajaan Mataram. Disamping itu, pada situs ini ditemukan kronogram bertarikh Saka 1308 (1386/1387 Masehi) dan kalimat candrasangkala lombho yang berbumyi ‘kaya wulan putri iku (1313 Saka = 1391 Masehi)’. Cukup alasan untuk menyatakan bahwa Gresik adalah salah sebuah daerah di Jawa yang sejauh ini memiliki bukti sejarah mengenai Priode Awal Pertumbuhan Islam di Tanah Jawa.
Keberdamping Jejak Hindu dan Islam di
Gapura Wetan
Gresik adalah salah satu daerah yang telah meniti perjalanan panjang sejarahnya. Sejak Masa Hindu-Buddha daerah yang memiliki beberapa pelabuhan penting, yang beberapa kali disebut dalam berita Cina maupun Portugis, dipilih permukiman dan sekaligus ajang kegiatan sosial-budaya. Oleh karena itu, dapat dihafami bila daerah ini kembali diperhitungkan sebagai titik pangkal bagi penyebaran agama dan budaya Islam, baik oleh para pedagang yang berasal dari Persia-India maupun pesyiar Muslim dari Negari Cina dan Champa.Warga masyarakat yang pada awalnya menganut agama Hindu, beranngsur angsur dapat di-Islam-kan. Dalam hal ini, Maulana Malik Ibrahim mengkontribusikan jasa besarnya, utamanya terhadap warga daerah Gapura Wetan dan sekitarnya. Apa yang dirintis oleh Fatimah binti Maimun dan keluarganya diteruskan dan dikuatkan oleh Maulana Malik Ibrahim dan kemudian oleh Sunan Giri beserta para keturnannnya. Islamisasi di Gresik semakin menguat di Masa Mataram Islam, padamana para penguasa daerah di Gresik, semisal Kyai Tumenggung Pusponegoro I dan keruranannya, menjadi kontributor penting untuk itu pada abad ke-17 dan sesudahnya hingga sekarang.
Transformasi sosio-kultural dari Hindu ke Islam di Gapura Wetan dan sekiytarnya tergambar dengan diketemukannya jejak artefaktual maupun tekstual dari Masa Hindu-Budda dan Masa Pertumbuhan-Perkembangan Islam, yang lokasinya berdampingan bahkan pada tempat yang sama. Hal serupa juga terjadi di situs Giri, sebagaimana antara lain ditunjukkan oleh adanya sebuah arca yang kini posisinya ditelungkupkan dan dipelester menyatu pada anak tangga pertama di situs makam Sunan Prapen dan Kawis Guwo. Boleh jadi, fomenema serupa juga terjadi pada situs-situs Islam lain di daerah Gresik, yang untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjut. Tempat yang disucikan pada suatu masa boleh jadi berlanjut disucikan untuk masa-masa sesudahnya.
Demikianlah tulisan rinkas ini, sebagai wahana ‘ajar kenal’ terhadap kesejarahan Gresik.
Semoga membuahkan makna.
Salam budaya anak negeri ‘Gresikjayati’.
Nuwun.
BACA JUGA : Ragam Warisan Budaya Leluhur Yang Semakin Punah
SEJARAH GRESIK I : Jejak Pra-Islam Pada Situs Makam Maulana Malik Ibrahim
Reviewed by Timexpose
on
Juni 10, 2017
Rating: